Jakarta, Radar BI | APBN 2022 kembali mengalami surplus di akhir Juli 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D. mengatakan surplus kas negara mencapai Rp.106,1 triliun atau 0,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sama sekali belum mengalami defisit seperti yang lazim terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Selama tujuh bulan berturut-turut sejak Januari 2022.
“Coba kita lihat tahun lalu pada Juli defisit Rp.336,7 triliun. Jadi kalau tahun lalu defisit, sekarang kita masih surplus kas negara mencapai Rp.106,1 triliun, itu pembalikan lebih Rp.340 triliun lebih hanya dalam 12 bulan. Ini yang patut kita syukuri,” ujarnya Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Kamis (11/8/2022).
Surplus APBN terjadi karena penerimaan negara mencapai Rp.1.551 triliun, lebih tinggi dari realisasi belanja sebesar Rp.1.444,8 triliun hingga 31 Juli 2022.
Dibandingkan periode sama tahun lalu, penerimaan negara tercatat tumbuh 50,3 persen (yoy). Ini merupakan berkah dari kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global mulai dari batu bara, nikel, hingga kelapa sawit.
Secara terperinci, penerimaan negara terdiri dari perpajakan dan bea cukai. Dari pajak, jumlah yang telah masuk ke kantong negara tercatat sebesar Rp1.028,5 triliun atau tumbuh 58,8 persen. Dari total tersebut, kenaikan harga komoditas memberikan andil sebesar Rp174,8 triliun.
“Penerimaan pajak ditopang oleh harga komoditas yang tinggi, dan itu betul,” ujarnya.
Sementara itu, penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp185,1 triliun atau tumbuh 31,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Penerimaan ini ditopang oleh bea keluar yang tumbuh 97,8 persen karena pengaruh kenaikan harga CPO.
Di luar penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga tercatat tumbuh tinggi, yakni sebesar Rp.337,1 triliun atau naik 39,1 persen yoy. Realisasi ini ditopang oleh pertumbuhan PNBP sumber daya alam migas yang melonjak akibat kenaikan harga ICP.
“Ini juga menunjukkan komoditas boom, sama seperti di pajak dan kepabeanan,” jelasnya.
Kondisi surplus APBN, menurut Bendahara Negara, juga menggambarkan kondisi fiskal yang lebih sehat dibandingkan tahun sebelumnya.
Dus, pembiayaan utang pun bisa ditekan dan defisit anggaran hingga akhir 2022 ditaksir bisa berada di bawah 4,5 persen dari PDB seperti yang ditargetkan sejak awal.
“Ini diharapkan defisit APBN kita tetap bisa lebih rendah yakni 3,9 persen defisitnya. Lebih rendah dari 4,5 persen yang ada di Perpres,” tuturnya.
Selain itu, Sri Mulyani mencontohkan bahwa pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sudah turun 54,1 persen, yakni dari 487,4 triliun di Juli tahun lalu menjadi Rp223,9 triliun di akhir Juli 2022.
Kemudian, pembiayaan utang melalui pinjaman juga turun 169,7 persen. “Ini artinya APBN makin diupayakan pulih kesehatannya,” imbuhnya
Dengan kondisi tersebut, pemerintah kemungkinan juga bisa menekan penjualan SBN kepada BI sebagaimana yang telah direncanakan melalui penandatanganan SKB I dan III dengan Bank Indonesia (BI), dalam hal ini BI bertindak sebagai standby buyer.
“Ini yang akan kita terus jaga supaya kesehatan APBN untuk menjadi faktor sentimen positif, sehingga pemulihan ekonomi bisa terus berlangsung,” pungkasnya.