Radar BI, Banyuwangi | Belum selesai persoalan warga dusun Krajan Desa Rogojampi akan cara penagihan dengan tindakan arogan dan kasar oknum Bank Plecit kepada korban disabilitas.
Inisial Sr (berusia 42 tahun) Penyandang Intelegensia (Disabilitas/keterbelakangan mental) adik kandung Hadiyanti (berusia 50 tahun) warga desa Kedaleman Kecamatan Rogojampi, telah menjadi korban kekerasan dan pengeroyokan dari 2 orang oknum penagih koperasi mingguan (Bank Plecit) yang diduga berkantor di Kecamatan Kalibaru, pada hari Kamis (23/12/2021).
Hadiyati menerangkan, awalnya ia ditawari pinjaman uang oleh pegawai Bank Plecit dan menerimanya sejumlah Rp.1.5 Juta, dengan kesepakatan dibayar seminggu sekali setiap hari Kamis, sebanyak 10 kali pembayaran jumlahnya Rp.195 Ribu.
Saat angsuran ke 3, Ia sakit dan hanya mampu bayar Rp.100 ribu. Namun oknum penagih marah – marah sambil berkata lebih baik Hadiyati dibuatkan surat kuning (surat kematian) saja.
“Waktu angsuran ke-3, saya sakit, saya hanya mampu bayar Rp.100 ribu. Namun habis magrib datang lagi marah – marah dan bilang sebaiknya dibuatkan surat kematian saja.
Pada angsuran ke 4 saya bayar Rp.60.000 ribu dan bilang nanti sore silahkan kembali lagi. Namun tambah marah-marah, disitu pas ada adik saya yang menderita kelainan jiwa. Mereka sebelumnya telah tahu dan sudah beberapa kali saya bilang agar mereka jangan kasar – kasar serta menjauh dulu, nanti adik saya bisa marah sendiri.
Namun mereka tambah kasar hingga adik saya jadi diluar kontrol dan berusaha menyerang mereka. Selanjutnya adik saya dikeroyok dipukuli, kemudian mereka melarikan diri,” ungkapnya.
Atas kejadian itu, Suprapto selaku Ketua RT setempat membenarkan kejadian itu. “Iya memang benar pak, telah terjadi perkelahian fisik. Namun saya tidak mengetahui langsung, 2 orang oknum Bank Plecit itu tidak diketahui identitasnya, menurut keterangan orang-orang yang dipinjami, kantor mereka di Kalibaru ,” singkatnya.
Koperasi mingguan atau dikenal dengan bank plecit sangat meresahkan dan menjerat bagi sebagian masyarakat di Banyuwangi.
Masyarakat sendiri memang mudah terjerat lantaran untuk bisa mendapatkan pinjaman cukup memberikan agunan berupa fotocopy KTP saja. Makanya tidak mempedulikan meski menerapkan bunga yang sangat tinggi, pada akhirnya tanpa disadari masyarakat tercekik hutang dan bunga pinjaman yang tinggi.
Antok (berusia 45 tahun) warga Rogojampi mengatakan, bahwa dirinya adalah korban dan banyak warga mengeluh lantaran kehidupannya seperti diteror oleh para penagih bank plecit.
Lebih lanjut, sampai Ia sendiri menjual rumah, karena menanggung beban hutang Bank Plecit yang dipinjam oleh istrinya dan rata -rata peminjamnya kaum ibu tanpa sepengetahuan suami.
“Banyak korbannya, saya terpaksa gali lubang tutup lubang untuk menutup hutang Bank plecit. Dalam menagih hutang pun mereka tidak punya etika sopan santun, main nyelonong saja ke rumah warga.
Akumulasi hutang dari beberapa koperasi tak jelas hingga mencapai Rp.50 juta. Karena tak kuat lagi rumah saya jual untuk menutup hutang,” terangnya. (Jok/Pik)