Radar Berita Indonesia | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Paulus Tannos, tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang selama ini menjadi buronan sejak Oktober 2021 di Singapura.
Penangkapan Paulus Tannos merupakan langkah signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Saat ini, KPK tengah berkoordinasi dengan pihak otoritas di Singapura untuk memproses pemulangan Paulus Tannos ke Indonesia.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, meminta dukungan publik untuk kelancaran proses ekstradisi, meskipun detail lebih lanjut mengenai penangkapan belum diungkap.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Agustus 2019 atas dugaan korupsi yang merugikan negara ratusan miliar rupiah. Namun, ia menghilang pada 19 Oktober 2019, sehingga masuk dalam daftar pencarian orang.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyebut bahwa proses ekstradisi dari Singapura dapat berlangsung dalam satu hingga dua hari jika dokumen yang diajukan oleh pihak Indonesia dinyatakan lengkap oleh pengadilan Singapura.
Hal ini menunjukkan adanya kerja sama erat antara kedua negara dalam memberantas kejahatan lintas batas.
Langkah ini diharapkan menjadi titik balik dalam penanganan kasus-kasus besar korupsi di Indonesia dan memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi lainnya.
Penangkapan Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik, dilakukan oleh otoritas Singapura atas permintaan Pemerintah Indonesia.
Pada akhir tahun 2024, Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest) kepada otoritas Singapura setelah memperoleh informasi mengenai keberadaan Paulus Tannos di negara tersebut.
Pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura memberitahu bahwa Paulus telah ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).
Meskipun Paulus Tannos telah mengganti kewarganegaraan, Pemerintah Indonesia tetap menganggapnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Saat ini, proses ekstradisi sedang berlangsung dengan koordinasi antara Kementerian Hukum dan HAM, KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri.
Jika dokumen yang diajukan oleh pihak Indonesia dinyatakan lengkap oleh pengadilan Singapura, proses ekstradisi diperkirakan dapat berlangsung dalam satu hingga dua hari.
Penangkapan ini diharapkan menjadi “terapi kejut” bagi para pelaku korupsi lainnya dan menunjukkan komitmen Indonesia dalam memberantas korupsi.