Radar Berita Indonesia | Kasus kematian Afif Maulana (berusia 13 tahun) di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, resmi dihentikan oleh Polda Sumatera Barat setelah penyelidikan panjang menyimpulkan tidak adanya tanda-tanda penganiayaan.
Kematian Afif Maulana, Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono dalam konferensi pers akhir tahun, menegaskan bahwa hasil ekshumasi yang melibatkan lebih dari 15 dokter forensik menunjukkan kematian Afif Maulana disebabkan oleh benturan benda keras, bukan tindak kekerasan.
Keputusan ini didasarkan pada gelar perkara yang melibatkan tim forensik, Dirreskrimum Polda Sumbar, serta keluarga korban Afif Maulana.
Dengan tidak adanya unsur pidana, kasus ini dihentikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP2 Lidik). Namun, pihak kepolisian tetap membuka kemungkinan melanjutkan kasus ini jika ditemukan bukti baru, tegas Kapolda usai konferensi pers akhir tahun di Mapolda Sumbar, pada Selasa (31/12/2024).
Sementara itu, penyelidikan internal terkait dugaan pelanggaran disiplin di Polsek Kuranji dalam pengamanan sebelum insiden juga telah dilakukan.
Sebanyak 18 anggota polisi diproses disiplin, dengan sebagian telah dijatuhi sanksi. Kapolda menegaskan bahwa hal ini mencerminkan keseriusan institusi dalam menjaga akuntabilitas dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Kematian Afif sebelumnya menjadi sorotan publik, dengan adanya kecurigaan keterlibatan aparat. Meski penyidikan resmi dihentikan, pihak keluarga diharapkan tetap dapat mengajukan bukti jika diperlukan di masa mendatang.
Terkait penutupan kasus ini, berbagai respons muncul dari masyarakat, termasuk dari keluarga korban dan pengamat hukum.
Pihak keluarga Afif, meskipun telah dilibatkan dalam proses ekshumasi dan gelar perkara, masih menyimpan keraguan terhadap kesimpulan yang diberikan. Mereka mengaku akan terus mencari keadilan, terutama jika ada saksi baru atau bukti yang bisa mengungkap fakta lebih lanjut.
Pengamat hukum dan aktivis HAM menilai, meskipun hasil forensik telah memastikan penyebab kematian, proses pengamanan tawuran yang melibatkan pihak kepolisian tetap menjadi perhatian.
Kematian Afif dianggap sebagai indikasi adanya kekurangan dalam prosedur pengendalian konflik di lapangan. Mereka meminta agar evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengamanan dilakukan, termasuk memberikan pelatihan lebih intensif kepada aparat untuk mencegah kejadian serupa.
Dari sisi kepolisian, Kapolda Sumbar menegaskan bahwa langkah tegas terhadap pelanggaran disiplin menunjukkan komitmen institusi dalam menjaga integritas.
Namun, ia juga mengakui pentingnya komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat untuk memastikan transparansi dalam penanganan kasus seperti ini.
Ke depan, beberapa poin penting yang diharapkan menjadi fokus adalah:
1. Peningkatan Prosedur Pengamanan: Memastikan bahwa pendekatan yang digunakan dalam menangani konflik, seperti tawuran, mengutamakan keselamatan semua pihak.
2. Pengawasan dan Akuntabilitas: Memperkuat mekanisme pengawasan terhadap aparat di lapangan dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran.
3. Pendampingan kepada Keluarga Korban: Memberikan dukungan psikologis dan hukum untuk membantu keluarga korban memahami proses hukum dan menemukan keadilan.
Dengan penutupan kasus ini, perhatian publik kini tertuju pada upaya nyata untuk mencegah insiden serupa dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. (DP)