Jabar, Radar BI | D JAKARO menjaga regulasi musik dangdut di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Seperti kita semua ketahui bahwa awalnya musik dangdut dikenal dengan nama “orkes melayu”.
Kemudian, dangdut dipengaruhi musik India melalui film Bollywood yang dibawakan oleh Ellya Khadam dengan lagu “Boneka India”. Sehingga terlahir sebagai dangdut pada tahun 1968 dengan tokoh utama Rhoma Irama.
Dalam evolusi menuju bentuk musik kontemporer, sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).
Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya.
Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rok, reggae, pop, bahkan musik dansa elektronik (house dll).
“Dangdut rohani” dapat dianggap sebagai arah lirik khusus (misalnya, album Haji oleh Rhoma Irama).
Maka dari itu, D JAKARO tetap eksis dengan tanpa memandang dan merasakan kondisi usia, demi generasi dan generasi khususnya di kabupaten Kuningan,
Menurut, pimpinan D JAKARO Asep Safari mengatakan, musik dangdut ini harus tetap exis dan harus tetap menjadi musik yang di hormati oleh setiap generasi dan selalu menciptakan regenerasi yang tetap menjaga kelestariannya, ada pun harapan kami, ujarnya Asep Safari kepada media Radar Berita Indonesia, saat di temui di tempat kediamannya yaitu di perumahan Puri Asri 3 JL.Yudistira Blok Y 10, Selasa (5/9/2023).
Saya selaku ketua beserta jajaran D JAKARO terutama untuk generasi muda agar dapat menjaga dan melestarikan musik dangdut. Agar menjadikan musik yang bermartabat, karena musik dangdut merupakan warisan budaya bangsa Indonesia, pungkasnya. (Asber/Frie)