Indonesia, Radar BI | Ada beragam obat kram perut yang dapat dikonsumsi untuk mengatasi perut kram. Namun, penggunaan obat ini perlu disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya agar obat bisa bekerja lebih efektif. Untuk mengetahui beragam pilihan obat tersebut, simak penjelasannya berikut ini.
Kram perut biasanya ditandai dengan rasa tegang atau kaku pada otot perut. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari menstruasi, keracunan makanan, hingga konstipasi.
Pada sebagian kasus, kram perut tidak membutuhkan penanganan medis dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun, mengingat kram pada perut bisa menimbulkan rasa sakit yang mengganggu aktivitas, Anda bisa mengonsumsi berbagai pilihan obat kram perut yang disesuaikan dengan penyebabnya.
Pilihan Obat Kram Perut Berdasarkan Penyebabnya. Berikut ini adalah beragam jenis obat kram perut berdasarkan penyebabnya:
1. Obat kram perut untuk menstruasi
Pada sebagian wanita, keluhan kram perut bisa terjadi sebelum atau selama menstruasi. Ini terjadi saat rahim mulai memproduksi zat prostaglandin yang membuat otot rahim mengalami kontraksi dan menyebabkan kram.
Untuk mengatasi kram perut yang disebabkan oleh kondisi ini, Anda bisa mengonsumsi paracetamol atau ibuprofen. Namun, pastikan untuk selalu membaca aturan pakai dan dosis yang tertera di kemasan obat. Anda juga hanya dianjurkan untuk konsumsi obat ini selama keluhan nyeri muncul.
2. Obat kram perut untuk perut kembung
Perut kembung terjadi ketika terlalu banyak gas di dalam perut, sehingga bisa menimbulkan kram pada perut. Kondisi ini paling sering terjadi akibat penyakit asam lambung atau sakit maag.
Obat kram perut yang bisa dikonsumsi untuk mengatasi kondisi ini adalah antasida. Obat ini perlu diminum 30 menit sebelum makan dan boleh dikonsumsi 3–4 kali sehari sampai keluhan sakit maag mereda.
3. Obat kram perut untuk keracunan makanan
Keracunan makanan bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya kram perut. Kondisi ini terjadi ketika penderitanya mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi kuman, sehingga menyebabkan peradangan di saluran cerna dan memicu berbagai gejala, seperti kram perut, muntah, dan diare.
Keracunan makanan umumnya dapat sembuh dengan penanganan sederhana di rumah, seperti banyak minum air putih, konsumsi makanan bertekstur lembut, dan banyak istirahat.
Apabila gejalanya sangat menganggu hingga penderitanya tidak bisa makan dan minum, sebaiknya periksakan diri ke dokter agar penanganan dapat dilakukan.
Beberapa jenis obat yang umumnya diresepkan dokter meliputi:
• Paracetamol, untuk meredakan nyeri atau kram perut
• Antibiotik, bila keracunan makanan disebabkan oleh bakteri
• Loperamide, untuk mengatasi diare
• Cairan infus, untuk mencegah dehidrasi
4. Obat kram perut untuk sindrom iritasi usus besar
Sindrom iritasi usus besar terjadi akibat peradangan di usus besar. Kondisi ini bisa menimbulkan beragam gejala, salah satunya kram perut. Umumnya, sindrom iritasi usus besar tidak berbahaya, hanya saja bisa membuat penderitanya merasa tidak nyaman.
Obat kram perut yang bisa digunakan untuk mengatasi kondisi ini adalah obat antikolinergik, seperti scopolamine. Namun, obat ini harus dikonsumsi sesuai resep dari dokter, karena bisa memicu beberapa efek samping seperti konstipasi, mulut kering, dan pandangan kabur.
Selain mengonsumsi obat kram perut sesuai penyebabnya di atas, Anda juga bisa melakukan beberapa cara alami di rumah yang dapat meringankan gejala yang ditimbulkan, misalnya kompres menggunakan air hangat pada area perut yang kram, lalu pijat lembut area tersebut.
Pada dasarnya, kram perut bukanlah kondisi yang berbahaya dan dapat dicegah dengan beberapa cara berikut ini:
• Membatasi asupan makanan pedas dan berlemak
• Mengonsumsi makanan tinggi serat
• Minum air putih yang cukup
• Menghindari makan berlebihan terutama sebelum tidur
• Mengelola stres dengan baik
Bila Anda telah mengonsumsi obat kram perut tetapi keluhan tidak kunjung membaik atau disertai gejala lain seperti demam, nyeri hebat di perut, muntah berulang, dan siklus menstruasi tidak teratur, sebaiknya konsultasikan ke dokter agar dapat diketahui penyebabnya dan diberikan penanganan yang sesuai.
Sumber: Alodokter
Diketahui oleh: dr. Airindya Bella