Radar BI, Jakarta | Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Fadil Zumhana lakukan ekspose dan menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restoratif justice).
Berdasarkan siaran pers dari Pusat Penerangan Hukum Kejagung, 7 perkara tersebut berasal dari beberapa Kejaksaan Negeri (Kejari) diantaranya adalah: Kejari Aceh Utara, Gowa, Luwu, Sungai Penuh, Bireun, Bone dan Makasar.
Adapun alasan Jampidum, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban.
Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan restorative dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan Kejaksaan mengacu pada Perja No.15 Tahun 2020.
Peraturan ini adalah salah satu inovasi dari Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, untuk memberikan kepastian hukum bagi kalangan masyarakat biasa.
Sebab, definisi keadilan Restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative dilaksanakan dengan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, cepat sederhana dan biaya ringan. (Mulis).