Cabuli 12 Anak di Ruang Ibadah hingga Posyandu, Calon Pendeta di Alor Terancam Hukuman Mati

189
12 Anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS, (Poto: Ilustrasi).
12 Anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS, (Poto: Ilustrasi).
Kupang, Radar BI | Kapolda NTT, Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, S.H., M.H menekankan pendampingan kepada 12 anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS (berusia 36 tahun) di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

“Saya sudah sampaikan hal ini kepala Polres dan pemerintah daerah setempat agar memberikan pendampingan kepada 12 anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta,” ujar Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) kepada wartawan di Kupang, Senin (12/9/2022).

Hal ini disampaikan berkaitan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan calon pendeta berinisial SAS di Kabupaten Alor yang hingga kini sudah ada 12 anak dan kemungkinan masih bertambah.

Kapolda NTT juga mengatakan, bahwa dalam penanganan kasus itu tidak hanya tindakan hukuman saja yang diterapkan tetapi juga ada langkah-langkah lain berupa pendampingan bagi para korban.

BACA JUGA  Bareskrim Polri Ungkap TPPO Sindikat Jual Beli Bayi di Indonesia

“Jadi ada langkah pemulihan juga bagi para korban sehingga psikologinya tidak terganggu,” ujar Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto.

Selain itu, Kapolda NTT juga menginstruksikan kepada kepala Polres Alor agar proses penegakan hukum dilakukan secara profesional dan juga sesuai prosedural. Selain itu juga dalam proses penyidikannya dilakukan sesuai alat bukti dan saat ini sudah bisa dilakukan karena bukti-bukti sudah lengkap.

Beliau berharap dalam penanganannya jika terbukti bersalah maka tersangka dapat menerima hukuman yang maksimal sesuai dengan apa yang telah diperbuat, ujarnya.

Sementara itu, Polres Alor menyatakan tersangka akibat perbuatannya terancam hukuman mati. SAS dijerat pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf D Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak menjadi Undang-undang.

BACA JUGA  Politikus PDIP Menilai Ada Oknum Elite Berkedok Relawan Parasit Kekuasaan Pemilu 2024

Tersangka juga dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang. Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun.

Beliau juga mengatakan tersangka juga selain terancam hukuman mati, SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hal ini karena dalam melaksanakan aksinya tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksinya tersebut.

Dikutip dari Kompas. Tak hanya itu, SAS juga melakukan pencabulan di dalam WC Jemaat Gereja dan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) setempat.

BACA JUGA  Jelang HUT Bhayangkara ke-75, Polda Sumbar Berikan Vaksinasi Massal Gratis

Mirisnya, ungkap Ariasandy, pencabulan terhadap para korban dilakukan SAS tidak hanya sekali. Para pelaku dicabuli lebih dari sekali dan yang paling banyak sampai enam kali dan berkelanjutan di beberapa tempat, ujarnya.

Diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, dari penyelidikan sementara, pencabulan SAS terhadap para korban ini dilakukan sejak Mei 2021 sampai Maret 2022.

Kasus ini terbongkar seusai salah satu orang tua korban melapor ke polisi pada 1 September 2022 silam. Setelah menerima laporan tersebut, polisi pun menangkap SAS di Kota Kupang dan dibawa ke Alor untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

SAS pun mengakui semua perbuatannya. Dia lantas meminta maaf kepada semua pihak, mulai dari para korban, orangtua hingga pengurus Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini