MK Memutuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

255
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya empat tahun menjadi lima tahun.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya empat tahun menjadi lima tahun.
Jakarta, Radar BI | Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) yang sebelumnya empat tahun menjadi lima tahun. Pertimbangan MK ini termuat dalam putusan MK atas gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang dilihat pada hari, Jumat (26/5/2023).

Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia merupakan komisi yang bersifat independen, sebagai salah satu lembaga constitutional importance yang dalam melaksanakan tugasnya menegakkan hukum bebas dari campur tangan (intervensi) cabang kekuasaan mana pun.

Namun masa jabatan pimpinannya hanya empat tahun, berbeda dengan komisi dan lembaga negara independen lainnya yang juga termasuk dalam lembaga constitutional importance namun memiliki masa jabatan 5 tahun, bunyi putusan Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA  LaNyalla Minta Perlindungan Terhadap Anak Dijalankan Serius

Mahkamah Konstitusi menilai adanya perbedaan itu bisa ditafsirkan diskriminatif terhadap KPK. Karena itu, MK menilai tidak adil apabila pimpinan KPK hanya diberi waktu empat tahun.

Oleh karena itu, menurut Mahkamah, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun adalah tidak saja bersifat diskriminatif tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya yang sama-sama memiliki nilai constitutional importance.

Selain itu, berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya, sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya adalah lima tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada empat tahun sekali, katanya.

Menurut MK, memperpanjang masa jabatan Firli Bahuri dkk masih efisien.

“Terlepas dari kasus konkret berkaitan dengan kinerja pimpinan KPK yang saat ini masih menjabat, alasan berdasarkan asas manfaat dan efisiensi ini pula yang digunakan oleh Mahkamah tatkala memutus apakah perlu masa jabatan pimpinan KPK diberlakukan konsep pergantian antar-waktu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011,” katanya.

BACA JUGA  Mahyudin: Putusan PN Jakpus Minta Tunda Pemilu Bisa Merusak Tata Negara

Oleh karena itu, dalam putusan a quo Mahkamah kembali menegaskan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 yang pada pokoknya menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK pengganti memiliki masa jabatan yang sama dengan pimpinan KPK lainnya dan tidak melanjutkan sisa waktu masa jabatan pimpinan yang digantikan.

Meskipun saat ini ada pergeseran pengaturan seleksi pimpinan KPK pengganti antara Pasal 33 UU 30/2002 yang mensyaratkan dibentuknya Panitia Seleksi (Pansel) untuk memilih pimpinan KPK pengganti dengan Pasal 33 UU 19/2019 yang menegaskan bahwa apabila pergantian terhadap pimpinan KPK, maka Presiden cukup mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR dari calon pimpinan KPK yang tidak terpilih di DPR dari ranking berikutnya berdasarkan hasil seleksi DPR, lanjutnya.

Lebih lanjut, MK menilai skema perekrutan pimpinan KPK selama empat tahun itu bisa mengancam independensi KPK. Sebab, dalam satu masa pemerintahan DPR dan Presiden pimpinan KPK dipilih dua kali dalam satu masa pemerintahan.

Bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema 4 tahunan berdasarkan Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh Presiden maupun DPR dalam periode masa jabatan yang sama.

BACA JUGA  Brimob Polri dan TNI AL Bentrok di Pelabuhan Sorong, 5 Personil Terluka

Penilaian dua kali terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK karena dengan kewenangan Presiden maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya berpotensi tidak saja mempengaruhi independensi pimpinan KPK, tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon pimpinan KPK berikutnya, tutur hakim MK.

Oleh karena itu, menurut MK, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen, yaitu selama 5 tahun.

“Menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan,” bunyi amar putusan MK.

BACA JUGA  Kejagung Limpahkan Berkas 9 Tersangka Kasus Asabri ke JPU, Berikut Ini Namanya

Sumber: DetikNews.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini