Jakarta, Radar BI | Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyiapkan langkah antisipasi terhadap membeludaknya data honorer saat pendataan nanti.
Membengkaknya data honorer ini menurut Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) BKN Suharmen, S.KOM, M.Si sudah mulai terbaca. Salah satunya dilihat dari surat keputusan (SK) pengangkatan honorer cukup hanya kepala satuan kerja (satker).
Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) BKN mengatakan, artinya hanya dengan SK kepala sekolah saja sudah sah. Sementara sudah rahasia umum jika selama ini kepala sekolah merekrut honorer tanpa melakukan seleksi sebagaimana layaknya.
“Jujur saja, saya sangat khawatir akan terjadi pembengkakan data yang luar biasa, apalagi hanya dengan SK kepsek sudah sah,” kata Suharmen dikutip dari JPNN pada hari Minggu (14/8/2022).
Suharmen menyampaikan, dahulu dirinya telah mengusulkan SK pengangkatan tenaga honorer itu minimal pejabat yang berwenang.
Artinya minimal sekretaris daerah. Tujuannya agar pembiayaan honorer itu jelas tertata dalam APBD sehingga gajinya lebih manusiawi.
Selama ini, guru honorer mendapatkan gaji rendah karena dibiayai lewat dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dicairkan setiap tiga bulan. Otomatis guru honorer dan tenaga kependidikan dibayar per trisemester juga.
Namun, Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) BKN menyampaikan karena Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE MenPAN-RB) Nomor B/I5II/M SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli sudah diterbitkan.
Maka perlu antisipasi akan membengkaknya data honorer. Itu karena salah satu poin dalam SE MenPAN-RB tersebut adalah diakuinya SK Kepsek.
“Badan Kepegawaian Negara diberikan tanggung jawab membuat aplikasi pendataan tenaga non-ASN. Nantinya semua data honorer diisi BKD by sistem. Jika tidak sesuai akan tertolak dengan sendirinya,” ujarnya Suharmen putra kelahiran Solok ini.
Nah, untuk mengantisipasi masuknya honorer siluman, Suharmen menegaskan pemerintah dalam SE MenPAN-RB meminta datanya harus dilampirkan dengan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
Salah satu poin penting dalam SPTJM adalah bertanggung jawab secara hukum, apabila data yang disampaikan tidak benar, tuturnya.
Setelah itu data-data tersebut jelas Suharmen, akan divalidasi terlebih dahulu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), deputi pengawasan dan pengendalian (wasdal) BKN.
“Jadi, pemeriksaannya berlapis sehingga diharapkan bisa mencegah pemalsuan data,” ujarnya.
Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) Suharmen pun mengimbau seluruh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk menyodorkan data – data valid. Sebab, dari data itu akan ditetapkan arah kebijakan pemerintah dalam penyelesaian honorer, pungkasnya.
Gaji honorer
Dikutip dari Kompas, Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2005 sebagaimana terakhir kali diubah dengan PP Nomor 56 Tahun 2012, tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah.
Berdasarkan penjelasan tersebut tenaga honorer merupakan pegawai non-PNS dan non-PPPK. Ini berarti tenaga honorer merupakan orang yang bekerja di instansi pemerintah yang gajinya dibayarkan oleh APBN atau APBD.
Tenaga honorer dalam melakukan pekerjaan dilakukan dengan cara perjanjian kerja dan ada juga tenaga honorer yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara.
Lantaran tak masuk sebagai ASN, maka gaji honorer disamakan dengan pekerja swasta yang mengacu pada UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 (saat ini sudah direvisi di UU Cipta Kerja).
Perekrutan honorer juga tak diatur dalam UU ASN, di mana perekrutannya seringkali tidak melalui proses yang akuntabel. Untuk instansi di pemerintah daerah, pegawai honorer bisa saja direkrut tanpa seizin pemerintah pusat.