Radar Berita Indonesia | Kasus yang menimpa salah satu karyawan di sebuah perusahaan di kawasan Margomulyo, Surabaya Barat, kembali membuka luka lama terkait praktik penahanan ijazah oleh perusahaan sebuah kebiasaan yang telah lama dikecam oleh banyak pihak, namun tetap berlangsung hingga hari ini.
Dalam konteks hukum, penahanan ijazah oleh perusahaan tidak memiliki dasar yang kuat.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak ada ketentuan yang mengizinkan pemberi kerja untuk menahan dokumen pribadi milik karyawan, termasuk ijazah.
Bahkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kementerian Ketenagakerjaan telah beberapa kali menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak pekerja.
Menurut pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Dr. Nur Aini, penahanan ijazah sering digunakan sebagai bentuk tekanan agar pekerja tidak keluar dari perusahaan.
“Ini adalah bentuk penguasaan yang melanggar hukum. Ijazah adalah dokumen pribadi yang tidak boleh dijadikan jaminan,” ujarnya.
Sayangnya, praktik ini masih sering ditemui di lapangan, terutama di perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, outsourcing, hingga logistik. Banyak pekerja muda, lulusan SMA atau SMK, yang merasa tidak berdaya melawan.
Mereka khawatir akan kehilangan kesempatan kerja atau mendapatkan stigma sebagai karyawan ‘bermasalah’ jika melapor.
Kasus ini menjadi sorotan setelah Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, turun langsung menyambangi lokasi dan menyuarakan ketidakadilan yang dialami karyawan tersebut.
Meski kini dirinya dilaporkan ke polisi, sorotan publik justru semakin mengarah ke praktik-praktik buruk yang masih mengakar dalam sistem ketenagakerjaan kita.
“Kalau seorang pejabat saja bisa dipolisikan karena menyuarakan hak rakyat, bagaimana nasib orang biasa?” tulis seorang pengguna media sosial.
Insiden ini memperlihatkan bahwa reformasi ketenagakerjaan bukan hanya soal upah atau status kerja, tapi juga menyangkut martabat dan akses terhadap dokumen dasar seperti ijazah.
Sudah saatnya pemerintah dan aparat hukum menindak tegas perusahaan-perusahaan yang masih mempraktikkan penahanan ijazah dan melindungi mereka yang berani bersuara.