Jabar, Radar BI | Sebanyak 185 Warga Kampung Tegalega RT.01 dan 02 RW.09 Desa Palasari, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur menghadiri rapat yang diinisiasi mereka dengan dihadiri oleh H. Ridwan S.Pd Kepala Desa Palasari, Babinkamtibmas, Babinsa dan Asep Iskandar perwakilan PT Pondok Tirta Sentosa sebagai pemilik galian.
Menurut, Tony Suryadi Koordinator lapangan aksi persuasif penolakan dibukanya kembali galian C (pertambangan batuan) di wilayahnya, karena akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Dampak lingkungan tersebut bukan perusahaan yang merasakan tapi masyarakat.
Korlap juga mempertanyakan status Asep Iskandar sebagai wakil perusahaan, menurut Tony, pihaknya berkeinginan wakil dari perusahaan yang statusnya memiliki SPK (Surat Perintah Kerja) dari PT Pondok Tirta Sentosa.
Saudara Asep memiliki SPK tapi sudah habis masa berlakunya, kami tidak berkenan berhadapan dengan perwakilan. Bertempat di aula SDN Tegalega II pada hari Rabu (20/7/2022) sekira pukul 13.00 WIB, lanjut Tony.
Kami sangat menyayangkan tiba-tiba disampaikan soal surat ijin, yang saya harapkan adalah pihak desa bukan menunjukkan fotocopi melalui hape tapi penjelasan.
Seharusnya melalui Kepala Desa dan BPD melalui perwakilan lembaga masyarakat lalu disampaikan dengan jelas, kalau bentuknya seperti itu, kita tidak bisa baca isi surat ijin tersebut, ucapannya.
Kemudian soal ijin, saya mendengar tadi dari Kepala Desa bahwa ini lanjutan. Saya pernah bertanya kebeberapa pihak soal lanjutan ini. Lanjutan ini apabila prosesnya sama, padahal penataan lahan dengan penggalian lahan itu jelas berbeda.
Oleh sebab itu, berarti harus ada tahapan yang baru. Setelah saya melihat ijin dari kementerian itu (Kementerian Investasi/Badan koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia. Red) itu mereka tidak melakukan beberapa tahapan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu legalitas, sosial dan ekonomi.
Aspek ijin usaha tambang ini juga ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, lalu ada ijin penjualan bahan komoditi tambang, artinya bukan ijin menggali. Sebelum ada ijin penggalian itu ada dua aspek lagi yang harus dijalani, yaitu ijin usaha operasional dan ijin eksplorasi.
Sebelumnya harus ada ijin AMDAL (Analisa mengenai dampak lingkungan) dahulu. Sekarang saja untuk wilayah RT 02 itu sudah berkurang debit air sumur yang biasa dikonsumsi warga, urai tony.
Kita meminta bukan hanya perwakilan perusahaan tapi pemilik perusahaan atau komisaris Pondok Tirta Sentosa apabila ingin bicara tentang penataan lahan.
Apabila hanya perwakilan yang tidak memiliki SPK itu tidak akan ada jawaban yang pasti, ketika ditanyakan mana surat ijinnya, mana wilayah ijin usaha pertambangan (WIHUP)nya, tentu dia tidak akan bisa menjawabnya, ini tidak mudah.
Ketika timbul ijin itu harus ada rekomendasi wilayah Bupati atau Gubernur, dan di sini (fotocopi surat ijin) tidak tertera koordinat letaknya, hanya alamat kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, tidak tertera alamat Kp Tegalega RT 1 dan RT 2 Desa Palasari. Padahal titik koordinat itu biasanya disertakan dalam surat ijin pertambangan, katanya Tony.
Lalu soal titik koordinat lokasi, sesuai dengan perundang-undangan nomor 54 dan 55 tentang Bopuncur (Bogor Puncak Cianjur) yang merupakan daerah konservasi, daerah resapan, kan jadi berbenturan surat ijin dari kementerian dengan peraturan daerah.
Oleh sebab itu kami masyarakat Kp. Tegalega RT 01 dan 02 RW 09 Desa Palasari menolak dengan tegas segala bentuk kegiatan penggalian di wilayah kami, pungkas Tony.
Sementara itu, H. Ridwan, S.Pd Kepala Desa Palasari ketika dimintai keterangannya terkait masalah ini menyatakan bahwa kewenangan pemberian ijin bukan wilayahnya.
Kami hanya memfasilitasi kepentingan masyarakat dan untuk masalah perijinan penggalian itu ada dalam kewenangan dan wilayah kementerian investasi, Gubernur dan Bupati, ujar Ridwan.
Sumber: Deri Setiawan, RBI Biro Cianjur.