Radar BI, Serang | Polda Banten sampaikan hasil tindak lanjut Operasi Tangkap Tangan (OTT) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) yang dilakukan terhadap oknum pegawai BPN pada hari Jumat (12/11/2021) lalu di Kantor BPN Kabupaten Lebak.
Kabid Humas Polda Banten AKBP. Pol. Shinto Bina Gunawan Silitonga, S.I.K., M.Si., mengatakan, dasar penyidikan terhadap OTT oknum pegawai BPN berawal dari informasi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam Laporan Informasi (LI) dan ditindaklanjuti dengan Laporan Polisi (LP) Nomor 443 tanggal 13 November 2021.
“Sejak 13 November 2021, Ditreskrimsus Polda Banten melakukan penyidikan tindak pidana korupsi hasil OTT, artinya penyidik temukan fakta-fakta hukum tentang korupsi,” ucap Kabid Humas Polda Banten saat press conference di Aula Bidhumas Polda Banten pada hari, Senin (15/11/2021).
Hingga hari ini Polda Banten sudah menetapkan 2 tersangka pungli yaitu RY (berusia 57 tahun), PNS Bagian Penata Pertanahan di Kantor BPN Lebak PR (berusia 41 tahun), Pegawai Pemerintah Non PNS pada Bagian Administrasi Kantor BPN Lebak.
Wadirreskrimsus Polda Banten AKBP. Hendy Febrianto Kurniawan, S.I.K., S.H., M.H., M.Si., menjelaskan bahwa sejak Desember 2020, seorang perempuan inisial LL, mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) terhadap tanah yang dibelinya seluas 30 ha di Desa Inten Jaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
Pengurusan awal dikuasakan LL kepada DD, dimana ketika itu LL sudah memberikan dana sebesar Rp.117.000.000. Namun hingga DD meninggal dunia, pengurusan SHM tidak ada progres. Pasca DD meninggal dunia, LL menguasakan pengurusan SHM kepada MS yang berprofesi sebagai Lurah di Lebak.
“Saudari LL kemudian meminta MS untuk mengurus SHM pasca DD meninggal, dana ratusan juta yang diberikan LL tidak diketahui kemana saja digunakan DD,” kutip Wadirreskrimsus Polda Banten.
Pada Oktober 2021 terjadi pertemuan antara MS dengan PR dan RY, staf BPN Lebak yang pada intinya meminta biaya tambahan untuk pengurusan SHM.
“Awalnya senilai Rp.8.000 per m2, namun akhirnya disanggupi,” terang Wadirreskrimsus Polda Banten.
Pasca pertemuan, LL kemudian mengajukan permohonan awal pengurusan SHM tanahnya seluas 17.330 m2, dengan menyiapkan dana sebesar Rp.36.000.000 untuk memenuhi permintaan biaya tambahan pengurusan SHM.
Diluar itu, LL pada 19 Oktober 2021 telah membayar biaya PNBP senilai Rp.1.833.000 ke Kantor BPN Lebak namun LL tidak mendapatkan kepastian hasil pengukuran dan waktu penyelesaian pengurusan SHM, sehingga LL akhirnya mau menyiapkan uang sesuai dengan yang diminta oleh oknum pegawai BPN Lebak.
“Pasca uang diserahterimakan, penyidik melakukan penangkapan terhadap pelaku,” kata Wadirreskrimsus Polda Banten.
Adapun modus dari pelaku ialah meminta tambahan biaya untuk pelayanan pengurusan SHM dengan memberi target uang senilai tertentu per m2 diluar PNBP.
“Sesuai dengan PP No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, ditentukan nilai PNBP hanya sebesar Rp.100 per m2 dan itu pun sudah dibayar oleh LL,” kata Shinto Silitonga.
Selain itu, prosedur pengurusan SHM juga tidak dilaksanakan sesuai dengan time lining yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
“Pasca pemohon membayar PNBP di loket, maka sesuai aturan, dalam jangka waktu 18 hari peta bidang harus diterbitkan, namun faktanya, pemohon tidak juga mendapatkan peta bidang sesuai hasil pengukuran tersebut,” tegas Wadirreskrimsus Polda Banten.
Wadirreskrimsus Polda Banten AKBP. Hendy Febrianto Kurniawan, S.I.K., S.H., M.H., M.Si., mengatakan bahwa motif para pelaku adalah dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
“Hingga saat ini penyidik masih mendalami apakah perilaku ini terjadi secara sistematis di dalam lingkungan kerja di Kantor BPN Lebak,” kata Wadirreskrimsus Polda Banten.
Polda Banten telah mengamankan barang bukti berupa satu bundel berkas permohonan SHM milik LL atas tanah di Desa Inten Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak, tiga map kuning dan amplop coklat berisi uang masing-masing sebesar Rp.15.000.000, Rp.11.000.000 dan Rp.10.000.000, sehingga total uang Rp.36.000.000, satu unit DVR CCTV dan dua unit handphone.
“Barang bukti ada 3 amplop, isinya berbeda-beda, tentu menjadi petunjuk bagi penyidik untuk mendalaminya, apalagi ada kode 2.000 untuk atas dan 1.000 untuk bawah,” tegas Wadirreskrimsus Polda Banten.
Kabid Humas Polda Banten AKBP Pol. Shinto Bina Gunawan Silitonga, S.I.K., M.Si., menyampaikan bahwa terhadap para tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jumto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang dugaan tindak pidana korupsi penyelenggara negara yang bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
“Akibat perilakunya, tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 jumto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 4 tahun sampai 20 tahun pidana penjara,” tegas Kabid Humas Polda Banten.
Kabid Humas Polda Banten AKBP Pol. Shinto Bina Gunawan Silitonga, S.I.K., M.Si., mengatakan partisipasi publik secara aktif diharapkan dapat meneruskan informasi tentang adanya pungutan biaya yang tidak sesuai peraturan juga informasi terkait tindak pidana korupsi lainnya ke Posko Pengaduan Ditreskrimsus Polda Banten di nomor 0815-1379-9990. Identitas pelapor akan dirahasiakan.
“Saya menghimbau agar publik aktif dalam berpartisipasi memberikan informasi terkait adanya pungutan biaya yang tidak sesuai maupun tindak pidana korupsi lainnya bisa hubungi Hotline Pengaduan di nomor 0815-1379-9990,” katanya.
Diakhir, Kabid Humas Polda Banten AKBP Pol. Shinto Bina Gunawan Silitonga, S.I.K., M.Si., menyampaikan instruksi Kapolda Banten bahwa praktik pungutan liar dan tindakan koruptif pada pelayanan publik seperti yang diungkap Ditreskrimsus Polda Banten memang sudah meresahkan masyarakat.
Oleh karena itu, Kapolda Banten telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan operasi tangkap tangan sebagai shock therapy sekaligus menimbulkan efek deteren bagi yang lain.
“Polda Banten akan mengevaluasi hasil pengungkapan dan mengikuti progres efek bagi pelayanan publik lainnya, apabila memang dibutuhkan maka Kapolda Banten tidak segan untuk memerintahkan jajarannya melakukan OTT terhadap informasi kasus korupsi yang lainnya,” tutup Kabid Humas Polda Banten.