Jakarta, Radar BI | Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyoroti perlunya kesadaran akan perubahan iklim global dan ancaman karena adanya fenomena El Nino. Ia menekankan pentingnya tindakan pencegahan yang matang untuk mengurangi dampak kekeringan.
Pulau Jawa diprediksi menjadi daerah paling terdampak perubahan iklim global kekeringan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan Indonesia akan menghadapi ancaman pengaruh El Nino pada bulan Juni 2023, dengan dampak kekeringan meluas hingga bulan Juli 2023.
“Kekeringan yang diakibatkan oleh fenomena El Nino adalah ancaman serius untuk masyarakat. Oleh karena itu, perubahan iklim global Pemerintah harus berperan aktif dalam menyusun strategi antisipasi untuk mengurangi dampak buruknya,” ujar Puan dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Mantan Menko PMK ini mengungkapkan, fenomena El Nino yang tengah dihadapi Indonesia memiliki dampak perubahan iklim global pada sektor pertanian dan perkebunan. Tanah yang kering dan kurangnya pasokan air, kata Puan, akan menghambat pertumbuhan tanaman, mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produktivitas pertanian.
“Hal ini berdampak perubahan iklim global pada pasokan pangan, kenaikan harga bahan pangan, serta pengurangan pendapatan petani. Jika tidak diantisipasi, dampak kekeringan akan meluas ke sektor rumah tangga, seperti harga bahan pokok menjadi naik,” tutur Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Selain itu, masalah air bersih juga kerap menjadi persoalan saat musim kemarau tiba. Oleh sebab itu DPR meminta Pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana pendukung untuk pasokan air bersih bagi masyarakat.
“Pemerintah juga harus mendata sumber air bersih di setiap daerah kota/kabupaten. Jangan sampai ada warga yang kesulitan mendapatkannya untuk keperluan sehari-hari,” ucap Puan.
Gangguan pada sumber air bersih juga meningkatkan potensi munculnya penyakit kulit dan penyakit lainnya. Untuk itu, Puan meminta respons cepat Pemerintah dalam menanggulangi permasalahan kesehatan ini.
“Tenaga medis juga harus disiapkan Pemerintah untuk mengantisipasi munculkan wabah penyakit saat musim kemarau tiba. Selain itu peralatan di fasilitas kesehatan juga harus diperhatikan, apalagi fasilitas kesehatan yang berada di pedesaan,” terang perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan juga mendorong Pemerintah untuk menggencarkan edukasi ke masyarakat agar mempersiapkan musim kemarau sebagai upaya mengantisipasi kekeringan. Edukasi seperti tentang konservasi air, pengelolaan sumber daya air yang bijaksana serta pengembangan sumber air alternatif dinilai menjadi hal yang perlu digaungkan oleh pemerintah.
“Perlunya edukasi ke masyarakat khususnya para petani tentang bagaimana menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan. Dengan tujuan membangun ketahanan baik yang lebih baik serta meminimalisir gagal panen,” ungkap Puan.
Dengan adanya tindakan pencegahan dan edukasi yang baik, cucu Bung Karno itu berharap musim kemarau tahun ini tidak menimbulkan dampak yang signifikan bagi keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Puan memastikan DPR akan terus memberi dukungan lewat fungsi dan kewenangannya.
“Dalam menghadapi fenomena El Nino, solidaritas dan kerjasama seluruh stakeholder menjadi kunci untuk membangun ketahanan negara yang lebih kuat dan berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih jauh, Puan juga menyoroti adanya fenomena penyakit Disease X yang dikhawatirkan bisa menjadi pandemi baru. Untuk itu, Pemerintah diminta melakukan langkah mitigasi dengan adanya ancaman kesehatan tersebut.
Apalagi berdasarkan studi, anomali perubahan iklim dan pemanasan global memang memungkinkan menimbulkan pandemi baru. Hal itu lantaran perubahan iklim memicu perpindahan habitat hewan liar ke daerah dengan populasi manusia yang besar yang berisiko menyebarkan virus.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah memperingatkan masyarakat dunia soal kemungkinan munculnya Disease X yang berpotensi menyebabkan terjadinya pandemi selanjutnya.
Disease X bukanlah nama penyakit tertentu melainkan istilah yang dipakai WHO untuk penyakit yang belum diketahui di masa depan. Penggunaan istilah itu juga sebagai bentuk kesiapsiagaan WHO mengatasi penyakit yang saat ini belum diketahui.
“Penyakit ini masih misterius dan tersembunyi, saya mendorong Pemerintah melakukan upaya mitigasi sambil menggencarkan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya penyakit tersebut. Jangan sampai kita kecolongan lagi karena kurangnya informasi,” ucap Puan.
Disease X kemungkinan besar bersifat zoonosis yang disebabkan oleh patogen yang lompat dari hewan ke manusia. Sekitar 75 persen penyakit pandemi sebelumnya pun juga bersifat zoonosis, yaitu Ebola, HIV-AIDS, rabies, dan Covid-19.
Puan pun kembali mengingatkan, berakhirnya pandemi Covid-19 sebagai darurat kesehatan global bukan berarti akhir dari segala ancaman kesehatan. Oleh karenanya, ia mengimbau agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam memerangi setiap penyakit.
“Tetap disiplin protokol kesehatan lebih baik, kita tidak boleh lengah dalam menghadapi adanya ancaman kesehatan yang baru. Kita tidak perlu panik, tapi harus selalu siap terhadap skenario terburuk,” pungkas Puan. (rdn)