Radar Berita Indonesia | Tim Satuan Tugas Gabungan Lanal Palembang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih bening lobster (BBL) di perairan Muara Betara, Provinsi Jambi, pada Jumat (25/4/2025).
Komandan Lanal (Danlanal) Palembang, Kolonel Laut (P) Faisal, M.M., M.Tr.Hanla, mengungkapkan penyelundupan benih bening lobster tersebut, awalnya Tim F1QR sektor Kuala Betara mendeteksi kapal motor kayu berwarna hitam yang berlayar tanpa penerangan navigasi dari arah Muara Betara menuju ambang luar perairan.
“Tim kami mengidentifikasi kapal mencurigakan yang melintas tanpa lampu navigasi. Setelah dilakukan pengejaran dan pemeriksaan sekitar pukul 23.50 WIB, ditemukan 72 box styrofoam berwarna hitam berisi benih bening lobster yang ditutupi terpal,” jelasnya.
Dalam operasi tersebut, Tim F1QR berhasil mengamankan tiga orang tersangka serta satu unit kapal motor. Kapal tersebut diduga akan melakukan transfer muatan (ship-to-ship) ke kapal berkecepatan tinggi (High Speed Craft/HSC) di perairan luar untuk kemudian diselundupkan benih bening lobster ke luar negeri.

Di lokasi yang sama, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Sumatera Selatan dari PSDKP, Syapril, menyebut bahwa total benih bening lobster yang diamankan mencapai lebih dari 380 ribu ekor, terdiri dari tiga jenis: lobster pasir, mutiara, dan bambu.
“Jika dikalkulasikan, potensi kerugian negara akibat penyelundupan ini mencapai lebih dari Rp.38 miliar,” ungkapnya.
Saat ini, ketiga tersangka tengah menjalani proses hukum lebih lanjut. Keberhasilan ini mempertegas komitmen Tim F1QR Lanal Palembang dalam menjaga kedaulatan dan keamanan laut Indonesia, khususnya di wilayah perairan Sumatera Selatan dan Jambi.

BBL Masih Jadi Komoditas Primadona Penyelundupan Laut
Penyelundupan benih bening lobster (BBL) bukan kasus baru dalam konteks kejahatan perikanan di Indonesia. Meski telah dilarang dan diawasi ketat, aktivitas ilegal ini terus terjadi, terutama di wilayah pesisir timur Sumatera, yang menjadi jalur rawan pengiriman ke luar negeri, seperti Singapura, Vietnam, dan Tiongkok.
Pakar kelautan dan perikanan dari Universitas Sriwijaya, Dr. Ahmad Fauzi, menyebut penyelundupan BBL kerap melibatkan jaringan terorganisir, termasuk pendanaan, perantara lokal, dan jalur distribusi yang terkoordinasi.
“Modus seperti ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi menyangkut kelangsungan ekosistem laut. BBL yang ditangkap liar tidak hanya mengganggu regenerasi lobster, tapi juga bisa memicu kerusakan jangka panjang pada rantai makanan laut,” jelasnya.
Sementara itu, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan dukungannya terhadap aksi-aksi preventif TNI AL dan tim gabungan di lapangan. Melalui kerja sama lintas sektor, diharapkan penyelundupan BBL dapat ditekan secara signifikan.
“Upaya seperti ini harus diikuti dengan penegakan hukum yang tegas, termasuk transparansi dalam proses penyidikan dan pengadilan,” ujarnya.
Sumber: Herman.
Editor: Dedi Prima Maha Rajo Dirajo.