Jakarta, Radar BI | Upaya memulihkan kerugian 896 orang korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya terganjal di Pengadilan Negeri (PN Jabar) Jakarta Barat.
Pihak PN Jakbar dengan alasan formil, menolak memproses Kasasi yang diajukan oleh perwakilan 896 orang korban KSP Indosurya. VISI LAW OFFICE, mewakili para korban telah mengajukan kasasi secara resmi pada tanggal (6/2/2023).
Pengajuan tersebut ditolak oleh Ketua PN Jakarta Barat melalui surat tertanggal 15 Februari 2023 dengan alasan yang pada pokoknya korban/penggugat bukan merupakan pihak yang berhak mengajukan permintaan kasasi.
Sikap PN Jakbar ini sangat mengecewakan karena seolah mengesampingkan hak para korban yang dirugikan secara langsung akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa.
Kami para korban sudah dibuat sangat menderita, tetapi Kenapa masih dihambat memperjuangkan hak Kami?, ujar Ketua Aliansi 896 Korban KSP Indosurya Wan Teddy.
Penolakan pengajuan kasasi tersebut dinilai tidak tepat dan melanggar prinsip – prinsip hukum, khususnya pemulihan terhadap Korban kejahatan.
Tujuan proses hukum seharusnya tidak hanya untuk menjatuhkan pidana terhadap pelaku, tetapi yang paling penting adalah semaksimal mungkin memulihkan kondisi pada keadaan semula.
Sehingga, memulihkan kerugian korban menjadi sebuah keniscayaan. Para korban mengajukan kasasi terhadap putusan lepas terhadap terdakwa Henry Surya di pengadilan tingkat pertama.
Sekaligus melakukan upaya hukum terhadap Penetapan Majelis Hakim nomor: 779/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt tertanggal 20 Desember 2022.
Pengajuan Kasasi oleh para korban KSP Indosurya ini dilakukan dengan berdasar pada ketentuan Pasal 100 KUHAP yang mengatur, dalam hal penggabungan perkara gugatan ganti kerugian dalam perkara pidana terdapat permintaan banding. Maka penggabungan itu sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan di tingkat banding.
Selanjutnya, apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan banding. Maka permintaan banding mengenai penggabungan perkara gugatan ganti kerugian tidak diperkenankan.
Dengan demikian merujuk pada ketentuan Pasal 100 KUHAP tersebut di atas, patut dimaknai berlaku pula secara mutatis mutandis dalam hal terdapat permintaan upaya hukum kasasi terhadap Putusan perkara Pidana Nomor 779/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt.
Di sisi lain, upaya hukum Banding jelas tidak memungkinkan karena Majelis Hakim Tingkat Pertama di PN Jakbar menjatuhkan putusan Lepas pada Terdakwa. Karena itulah, Penuntut Umum mengajukan Kasasi terhadap putusan tersebut.
Selain itu, Pasal 101 KUHAP juga mengatur: Ketentuan dari hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang dalam undang – undang ini tidak diatur lain.
Sehingga, karena di KUHAP tidak diatur batasan atau larangan dalam melakukan upaya hukum Kasasi, maka ketentuan di Pasal 101 KUHAP memberikan jalan pada hukum acara perdata yang berlaku.
Mengacu pada Pasal 43 dan 44 UU Mahkamah Agung, maka Kasasi dapat diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya secara khusus (Kuasa Hukum).
Berdasarkan hal itulah, Kami para advokat di VISI LAW OFFICE yang diberikan kuasa khusus oleh korban mengajukan Kasasi secara langsung pada Mahkamah Agung.
Kami memandang, Kita tidak dapat hanya menggunakan hukum acara pidana di KUHAP saja dalam perkara ini. Namun perlu memahaminya dengan metode penafsiran Sistematis dan Sosiologis, yaitu dengan melihat keterkaitan satu aturan undang – undang dengan aturan lain.
Dalam hal ini perlu melihat pada hukum acara perdata yang berlaku dan menggali lebih dalam apa makna pengaturan hak korban tersebut, demikian dijelaskan oleh Febri Diansyah Managing Partner VISI LAW OFFICE.
Setelah penuntut umum melakukan Kasasi, para korban melalui kuasa hukum menyampaikan, permohonan Kasasi pada tanggal 6 Februari 2023 dan menyerahkan memori kasasi secara langsung ke Mahkamah Agung pada tanggal 20 Februari 2023.
Penyerahan secara langsung ke Mahkamah Agung Republik Indonesia ini dilakukan karena upaya prosedural pengajuan Kasasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat ditolak.
Penolakan permohonan kasasi yang diajukan oleh para korban tersebut tentu tidak tepat dan tidak konsisten jika dibandingkan dengan perkara Perkara No. 29/Pid.Sus/TPK/2021/PN.JKT.PST a.n terdakwa Juliari P. Batubara di PN jakarta Pusat. Para korban korupsi Bansos saat itu dapat mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung melalui PN Jakpus.
Sehingga, penolakan penerimaan pengajuan kasasi yang diajukan oleh 896 orang korban KSP Indosurya terhadap penetapan dan putusan dalam perkara nomor: 779/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt seakan menunjukan ketidakseragaman pandangan dalam lingkungan badan peradilan dibawah Mahkamah Agung.
Hal ini juga melanggar pada pasal 5 dan pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan, pengadilan dilarang menolak memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. ujar Donal Fariz, Partner VISI.
LAW OFFICE yang tergabung dalam tim Kuasa Hukum 896 korban KSP Indosurya Berdasarkan uraian diatas, para korban saat ini sangat menggantungkan harapannya kepada Mahkamah Agung.
Demi tegaknya hukum dan keadilan, Mahkamah Agung diharapkan dapat memberikan putusan yang berorientasi kepada pemulihan hak.
korban, sebagaimana kewajibannya untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kami, para korban berharap agar Mahkamah Agung RI:
1. Menerima dan mengabulkan pengajuan Kasasi para korban,
2. Memeriksa, mengadili dan memutus permohonan Kasasi tersebut dengan seadil-adilnya, memberikan kepastian hukum dan memulihkan derita/kerugian yang dialami korban.
3. Memperjelas dan membuat aturan turunan ketentuan Pasal 98-101 KUHAP agar tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran dalam proses pengajuan gugatan penggabungan ganti kerugian.
Sumber: Kuasa Hukum dikutip dari Febri Diansyah atau Donal Fariz.