Pangkalpinang, Radar BI | Kejagung kembali menambah 2 tersangka baru kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Hingga kini, total sudah ada 13 tersangka dan ditahan.
Direktur Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi menyampaikan, kedua orang yang menjadi tersangka baru yakni berinisial SP selaku Direktur Utama PT RBT dan RA Direktur Pengembangan Usaha di PT RBT. Kedua tersangka baru ini langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba, Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup, hari ini tim penyidik telah menaikkan status 2 orang saksi menjadi tersangka,” kata Direktur Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), pada hari Rabu (21/2/2024).
Hingga saat ini, tim penyidik telah telah memeriksa total 135 orang saksi terkait kasus komoditas timah pada tahun 2015-2022. Dari 13 tersangka yang ada, satu di antaranya merupakan kasus perintangan penyelidikan di saat tim menyita dan memeriksa barang bukti di Kabupaten Bangka Tengah.
Hingga Rabu (21/2/2024), sudah ada 13 tersangka dalam kasus ini. Berikut rinciannya:
1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP selaku Direktur Utama PT RBT
13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
Selain itu, Kuntadi juga menjelaskan peran kedua tersangka SP dan RA. Berawal pada tahun 2018, kedua Direksi PT RBT tersebut menginisiasi pertemuan dengan kedua tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah dan EE selaku Direktur Keuangan PT Timah. Pertemuan tersebut untuk mengakomodir bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Dalam pertemuan itu, Tersangka SP dan Tersangka RA menentukan harga untuk disetujui Tersangka MRPT, serta siapa saja yang dapat melaksanakan pekerjaan tersebut.
“Hasilnya dibuat perjanjian kerja sama antara PT Timah dengan PT RBT, yang seolah-olah ada kegiatan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah, dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT Timah,” jelasnya.
Kemudian, mereka pun membentuk beberapa perusahaan boneka sebagai modusnya.
“Untuk memasok kebutuhan bijih timah, selanjutnya ditunjuk dan dibentuk beberapa perusahaan boneka, yaitu 7 perusahaan boneka,” timpalnya.
Ketujuh perusahaan boneka itu yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS. Perubahan ini seolah-olah dicover dengan Surat Perintah Kerja (SPK) pekerjaan borongan pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Dari kasus korupsi tersebut juga turut menyebabkan kerugian lingkungan. Berdasarkan keterangan ahli lingkungan sekaligus akademisi di Institut Pertanian Bogor Prof. Bambang Hero Saharjo, nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini yaitu senilai Rp.271.069.688.018.700.
Sumber: Detiksumbagsel