Radar Berita Indonesia – Kejaksaan Negeri Pasaman Barat kembali menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RSUD Pratama Ujung Gading tahun anggaran 2018. Penetapan dilakukan pada dua waktu berbeda, yakni Kamis (12/6/2025) dan Senin (16/6/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, M. Yusuf Putra, dalam keterangan pers pada Kamis (19/6), menyatakan bahwa ketiga tersangka tersebut masing-masing berinisial FA, HY, dan SA.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik mengumpulkan dua alat bukti yang cukup. Tersangka FA merupakan team leader konsultan pengawas dari CV MM, HY selaku pengguna anggaran (PA), dan SA sebagai pelaksana pekerjaan dari PT TTP,” ujarnya.
Yusuf menjelaskan, pembangunan rumah sakit tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan ketentuan kontrak. Akibatnya, hasil pengujian laik fungsi menunjukkan adanya penurunan struktur pada Blok A, B, dan C.
“Khusus Blok C dinyatakan tidak layak digunakan karena kemiringan bangunan telah melewati ambang batas dan membahayakan keselamatan pengguna,” ungkapnya.
Akibat kelalaian dalam pembangunan itu, negara menderita kerugian sebesar Rp6.364.958.045,87. Nilai tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor: 13/LHP/XXI/04/2025 tanggal 21 April 2025.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penahanan terhadap para tersangka dilakukan berdasarkan surat perintah resmi dari Kepala Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, masing-masing:
– FA: PRINT-03/L.3.23/Fd.1/06/2025 tertanggal 12 Juni 2025,
– HY: PRINT-04/L.3.23/Fd.1/06/2025 tertanggal 16 Juni 2025,
– SA: PRINT-05/L.3.23/Fd.1/06/2025 tertanggal 16 Juni 2025.
Ketiganya kini ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Kelas IIB Padang.
“Kami masih melanjutkan pemeriksaan tahap penyidikan untuk segera merampungkan berkas perkara dan melimpahkannya ke tahap penuntutan,” tegas Yusuf.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan proyek infrastruktur yang merugikan negara akibat lemahnya pengawasan dan penyimpangan dalam pelaksanaan. (*)