Radar BI, Banyuwangi | Ratusan sopir truk logistik yang tergabung dalam Konvederasi Sopir Logistik Indonesia (KSLI), menggelar aksi demo damai di depan kantor Bupati Banyuwangi. Mereka menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan dan pelarangan truk over dimensi over loading (Odol) di sepanjang Jalan Ahmad Yani, di depan kantor Bupati, Senin (22/11/2021).
Mereka menuntut truk yang selama ini digunakan untuk mencari nafkah itu diperbolehkan uji kir. Mereka menuntut bisa bertemu Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dan memilih menutup empat gerbang Kantor Bupati.
Dua gerbang di depan tertutup barisan truk dan massa aksi. Sementara dua pintu samping, mereka tutup dengan dua mobil boks.
“Di Banyuwangi per 1 November (2021) tidak bisa melakukan kir (mobil), sebelumya bisa. Peraturan ini semakin lama akan semakin mencekik kita,” kata penanggung jawab aksi, Slamet Barokah, Senin.
Aturan yang dia maksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 4294 Tahun 2019, tentang Pedoman Normalisasi Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan.
Aturan itu berlaku untuk kendaraan yang diproduksi sebelum tahun 2019. Kendaraan yang telah diubah menjadi Over Dimension Over Loading (odol), harus dinormalisasi atau dikembalikan hingga sesuai dengan spesifikasi awal.
Mereka menilai, aturan kewajiban normalisasi kendaraan ODOL itu justru menekan sopir, bukannya perusahaan pengguna jasa logistik mereka. Maka mereka menuntut perubahan aturan, salah satunya kendaraan odol agar tetap diperbolehkan kir dan beroperasi dan minta aturan odol dihapus
“Kalau kami sudah menyetujui normalisasi, dalam waktu 6 bulan ke depan. Kami harus dipotong mobil-mobil kita (menyesuaikan dimensi sesuai spesifikasi awal). Upah yang kami terima, operasional, itu tidak maksimal, itu tidak sesuai (kalau tidak ODOL),” kata Slamet lagi.
Farid Hidayat yang disebut sebagai jenderal aksi, mengatakan, truk logistik rata-rata sepanjang 6 meter.
Sementara perusahaan pengguna jasa angkutan mereka hanya mau menggunakan kendaraan yang lebih besar untuk efisiensi biaya.
Mereka tidak bisa membeli truk baru untuk mengikuti tuntutan pelanggan tersebut, sehingga tetap memanfaatkan mobil bekas modifikasi.
Kewajiban normalisasi kendaraan ODOL, dianggap berdampak buruk pada kondisi ekonomi mereka karena dinilai menghalangi operasional jasa angkutan.
“Kami akhirnya mengikuti perkembangan itu, karena kalau tidak diikuti tidak akan dapat muatan. Oleh karena itu, kami mengambil langkah menambah mobil itu atau menyambung. Nah, itu juga tidak tanpa sebab,” ujar Farid.
Aksi yang berlangsung sejak pagi itu mulai memperlihatkan titik terang sekitar pukul 14.00 WIB, dimana tercapai kesepakatan penanganan masalah.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi, Dwi Yanto, mewakili Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, didampingi pejabat dinas perhubungan darat lainnya, mengatakan kepada para pendemo, bahwa sebenarnya aturan berpihak kepada kendaraan yang sudah berusia lama.
Tetapi ini sudah saya catat usulan-usulannya semua terkait dengan kebijakan pusat. Maka permintaan saudara-saudara ini kita fasilitasi ke Jakarta. Karena saya sudah sampaikan visi misi ini ke Pak Kasi. Mohon teman-teman ini bisa difasilitasi untuk menemui Direktorat Perhubungan Darat,” jawab Dwi Yanto dihadapan ratusan pendemo.
Aksi demo dikantor Pemkab. Banyuwangi tersebut dapat pengawalan ketat jajaran Polresta Banyuwangi dipimpin langsung oleh Kabag Ops Kompol Agung Setyo Budi bersama anggota Polresta Banyuwangi.
Facebook Comments