Jakarta, Radar BI | Eks Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Teddy Minahasa diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari anggota Polri. Teddy Minahasa terbukti melanggar etik.
“Sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, pada hari Selasa (30/5/2023).
“Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” sambungnya.
Brigjen Ahmad Ramadhan juga menjelaskan wujud perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh Teddy Minahasa.
Teddy Minahasa disebut memerintahkan anak buahnya, yakni mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, untuk mengganti sabu 5 kg dengan tawas. Sabu yang telah disisihkan itu kemudian dijual lewat wanita bernama Linda Pujiastuti.
“Memerintahkan untuk menyerahkan sabu sebesar 5 kg kepada Saudara LP alias AN untuk dijual,” kata Ramadhan.
Sidang etik Teddy Minahasa dipimpin oleh Kabaintelkam Komjen Wahyu Widada. Sementara Wakil Ketua Komisi diisi oleh Wairwasum Polri Irjen Tornagogo Sihombing.
Lalu, anggota komisi terdiri atas Kadiv Propam Polri Irjen Syahar Diantono, Wakabareskrim Polri Irjen Asep Edi Suheri dan Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Baharkam Polri, Irjen Rudolf Alberth Rodja.
Teddy Minahasa sendiri telah divonis hukuman penjara seumur hidup. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus narkoba.
Teddy tak terima dengan putusan itu. Dia telah mengajukan banding.
“Pelanggar menyatakan banding,” ucap Ramadhan.
Berikut pernyataan lengkap Ramadhan soal putusan etika Teddy Minahasa:
Wujud perbuatan
Terduga pelanggar telah memerintahkan AKBP DP untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabut sebanyak 41,4 kg yang merupakan hasil tangkapan Satres Narkoba Polres Bukittinggi dengan mengganti tawas seberat 5 kg serta memerintahkan untuk menyerahkan sabu sebesar 5 kg kepada Saudara LP alias AN untuk dijual.
Pasal yang dilanggar
Pasal 13 ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri juncto pasal 5 ayat 1 huruf b, pasal 5 ayat 1 huruf c, pasal 8 huruf c angka 1, pasal 10 ayat 1 huruf d, pasal 10 ayat 1 f, pasal 10 ayat 2 huruf h, pasal 11 ayat 1 huruf a dan pasal 13 huruf e Peraturan Kepolisian Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik polri.
Putusan sidang komisi kode etik polri
1. Sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela
2. Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri.
Pelanggar menyatakan banding.
Terkait putusan ini, Irjen Teddy Minahasa menyatakan akan melakukan banding.
Irjen Teddy Minahasa Putra menjalani sidang kode etik sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 22.30 WIB di ruang Divisi Propam Polri di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri.
Dalam persidangan ini, Komisi Etik menghadirkan 14 saksi untuk memberikan kesaksian.
Terungkaplah, Irjen Teddy memerintahkan AKBP DP untuk menyisihkan narkotika jenis sabu sebanyak 41,4 kilogram yang merupakan hasil tangkapan satuan reserse narkoba Polres Buktitinggi dengan menganti tawas seberat 5 kilogram serta memerintahkan untuk menyerahkan sabu 5 kilogram ke LP alias AN untuk dijual.
Adapun yang bertindak sebagai Ketua Komisi Etik yakni Kabaintelkam Polri Komjen Pol Wahyu Widada dan Wakil Ketua Komisi Wairwasum Polri Irjen Pol Tornagogo Sihombing.
Tiga orang lain sebagai anggota Komisi Etik yaitu Kadiv Propam Polri Syahardiantono, Wakabareskrim Polri Irjen Pol Asep Edi Suheri, Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Baharkam Polri Irjen Rudolf Alberth Rodja.
Sebagaimana diketahui, mantan Kapolda Sumatera Barat itu divonis dengan hukuman seumur hidup. Hakim meyakini Teddy bersalah dalam kasus tukar barang bukti kasus narkoba jenis sabu dengan tawas.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup,” kata Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih, Selasa (9/5).
Jon menilai, Irjen Teddy Minahasa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana peredaran narkotika jenis sabu. Dalam kasus ini, Jon menilai Irjen Teddy Minahasa melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.