Palembang, Radar BI | Muddai Madang mantan ketua KONI Sumsel, terdakwa tiga perkara dugaan korupsi hibah Masjid Sriwijaya, PDPDE Sumsel, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PDPDE Sumsel menyampaikan Nota Pledoi secara pribadi atas tuntutan pidana 20 tahun dari JPU Kejagung Republik Indonesia.
Muddai Madang dihadirkan oleh JPU Kejagung RI secara virtual di hadapan Majlis Hakim yang diketuai hakim Yoserizal, SH, MH berlangsung hingga pada hari, Kamis (2/6/2022) malam.
Saat membacakan Nota Pledoi, Muddai Madang menilai perkara yang menimpanya banyak terjadi kejanggalan-kejanggalan, baik dari proses penyidikan, dakwaan sampai ke proses penuntutan. Salah satunya perkara dugaan korupsi jual beli gas pada Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.
Muddai Madang menjelaskan, dalam nota kesepahaman bersama (NKB) yang ditandatanganinya dirinya mewakili pihak swasta dalam hal ini PT DKLN sedangkan terdakwa Caca Isa Saleh mewakili PDPDE. Setelah pemberian izin prinsip oleh Gubernur Sumsel yang kemudian ditingkatkan menjadi perusahaan patungan antara PT DKLN yang diwakili Said August Putra serta Caca Isa Saleh sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel.
“Namun, pada kenyataannya dalam proses penyidikan hingga ke tahap penuntutan, Said August Putra sebagai Dirut serta pemilik 39 persen saham PT DKLN oleh JPU tidak dijadikan sebagai tersangka,” kata Muddai dalam pledoinya.
Menurut Muddai, perlakuan JPU dinilai sangat berbeda terhadap dirinya serta tiga terdakwa lainnya yakni Alex Noerdin, Caca Isa Saleh serta A Yaniarsah Hasan yang dijadikan terdakwa dalam perkara ini jual beli gas PDPDE.
Muddai kemudian membeberkan fakta-fakta, bahwa sebenarnya tidak ada dana, fasilitas, aset dari BUMD PDPDE Sumsel, yang digunakan dalam pembiayaan atau dijadikan jaminan dalam pelaksanaan kerjasama justru ini yang tidak diangkat sama sekali oleh pihak penyidik dari Kejaksaan.
“Justru dalam kerjasama selama ini PDPDE Sumsel diuntungkan dengan adanya investasi yang dilakukan oleh PT DKLN dalam PT PDPDE Gas ini,” tegas Muddai Madang.
Muddai menilai dalam perkara yang menjeratnya, banyak sekali di temui kejanggalan-kejanggalan, JPU seperti menerapkan cherry picking, tindakan tebang pilih dalam penegakan hukum. Demi memenuhi keinginannya, Jaksa hanya mengambil sepotong-potong, mungkin karena ada motif-motif tertentu terhadap dirinya.
“Banyak fakta-fakta lain yang sebenarnya disembunyikan oleh JPU dalam perkara yang menjerat saya. Dan ini merupakan kezaliman dan kriminalisasi terhadap saya, termasuk juga kezaliman penuntut umum dalam dakwaan perkara korupsi dana hibah dari Pemprov Sumsel Kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya atas pembangunan masjid Sriwijaya Palembang, dan tuduhan ini benar-benar sangat kejam,” pungkasnya.
Muddai menjelaskan, bahwa dirinya saat itu menjabat sebagai bendahara dalam pembangunan masjid Sriwijaya. Dan telah menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, sesuai tata kelola serta dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Selain itu, saat menjadi bendahara pembangunan masjid Sriwijaya, dirinya juga mempunyai sumbangsih dan andil yang sangat besar dalam pelaksanan pembangunan Masjid Sriwijaya, diantaranya menjadi donatur tetap.
Dengan adanya banyaknya kejanggalan inilah, maka dari itu di dalam pledoinya Muddai memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa dirinya tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana dan membebaskannya dirinya dari segala tuntutan pidana sebagaimana dakwaan JPU, serta mengembalikan nama baik Muddai Madang di mata masyarakat.
“Atau apabila yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” ucap Muddai Madang dalam pledoinya.
Perlu di ketahui, pada sidang sebelumnya, Muddai Madang dituntut oleh JPU Kejagung RI dengan pidana penjara dua puluh tahun berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU tentang Tipikor, serta dijerat melanggar Undang-Undang tentang TPPU Pasal 3 UU RI nomor 8.
Selain itu juga, Muddai Madang dituntut harus membayar denda sebesar Rp10 miliar rupiah dengan subsider 1 tahun kurungan.
JPU Kejagung RI juga meminta kepada majelis hakim Tipikor Palembang yang saat itu diketuai Yoserizal SH MH agar menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Muddai Madang, dengan pidana tambahan berupa mengganti kerugian sebesar Rp2,1 miliar untuk perkara Masjid Sriwijaya serta 17,9 juta USD untuk perkara PDPDE Sumsel.
Dan apabila terdakwa tidak sanggup membayar setelah keputusan memperoleh ketentuan tetap, maka harta benda dapat disita, atau jika nilainya tidak mencukupi untuk mengganti kerugian maka diganti dengan pidana tambahan selama 9 tahun penjara.(Suherman)